SELAMAT DATANG DI ALAM MAYA ALFIKAR...

Jumat, 10 Oktober 2008

parpol islam tempo doeloe

Pendahuluan
Seperti telah diketahui bahwa, partai politik adalah institusi (kelembagaan) sosial yang terorganisasi, tempat keberadaan orang-orang atau golongan-golongan yang sepandangan (sealiran) politik, berusaha untuk memperoleh serta menggunakan dan mempertahankan kekuasaan politik supaya dapat mempengaruhi kebijakan umum (mengikat masyarakat) dalam kehidupan kenegaraan. Dari sini dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan partai politik Islam adalah partai politik yang berhaluan Islam, dengan konsekuensi segala aturan main partai harus sesuai dengan nilai-nilai keislaman.
Partai-Partai politik Islam Pra Kemerdekaan
• Partai Sjarekat Islam Indonesia (PSII)
Partai Syarikat Islam Indonesia adalah hasil dari perpanjangan tangan SDI (Syarikat dagang Indonesia) yang berdiri pada tahun 1905, selanjutnya pada tahun 1911 SDI berubah lagi menjadi Syarikat Islam (SI) yang kemudian dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto. Aktifitas syarikat Islam sejak awal berdiri sudah menunjukkan karakter yang sesungguhnya merupakan gerakan politik. Dalam waktu dekat SI ini telah berkembang pesat yang anggotanya mencapai sekitar 2,5 juta jiwa. Pada perjalanan selanjutny, kepopuleran SI ternyata tidak bertahan lama. Pada tahun 1921 SI berubah nama menajdi Partai Syarikat Islam (PSI) akhirnya pada tahun 1930, PSI berganti nama lagi mnjadi Partai Syariat Islam Indonesia (PSII).
Pada sekitar pertengahann tahun 1948 tiba-tiba partai syarikat Islam Indonesia(PSII) ini muncul kembali secara politis sedang menemukan persatuan yang kokoh di bawah panji-panji Partai Masjumi, banyak pengamat mensinyalir bahwa awal mula terjadinya perpecahan poitik Islam berawal dari lahirnya PSII ini yang mulai melumpuhkan kekuatan persatuan politik Islam. Sebab setelah PSII, NU sebagai pendukung utama masyumi pun ikut melepaskan diri dari masyumi.
• Partai Islam Indonesia (PII)
Partai Islam Indonesia didirikan pada tanggal 4 Desember 1938 oleh para tokoh Muhammadiyah, yang kemudian dipimpin (diketuai) oleh Dokter Soekiman. Secara embrional partai ini berasal dari forum diskusi yang didirikan oleh KH. Mas Mansur pada bulan Juli 1938 yang disebutnya Islam Study Club. Klub studi ini bertujuan: “untuk menjembatani kesenjangan antara kaum intelektual muslim dengan umat Islam, meningkatkan pengetahuan Islam dan untuk mempercepat kerjasama antar umat Islam dengan intelektual muslim untuk kepentingan Islam”. Dalam waktu singkat PII berhasil mengembangkan sayapnya dengan dukungan dari cabang-cabang Muhammadiyah, mencapai 145 cabang di seluruh Indonesia. Namun kemudian kegiatannya harus berhenti ketika pecah perang pasifik.
Partai-Partai Islam pada masa Orde lama
Beberapa bulan setelah Indonesia merdeka, Bung Hatta mengeluarkan maklumat nomor 10 tanggal 16 Oktober 1945 yang disusul dengan maklumat tanggal 3 Nopember 1945 yang intinya adalah anjuran pembentukan partai-partai politik, sehingga sejak saat itu banyak kelompok yang terang-terangan membentuk partai politik, tak terkecuali kelompok Islam, adapun partai-partai tersebut adalah:
• Masyumi
Masyumi didirikan dalam Kongres Umat Islam Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 7-8 November 1945. Kongres ini dihadiri oleh sekitar lima ratus utusan organisasi sosial keagamaan yang mewakili hampir semua organisasi Islam yang ada, dari masa sebelum perang serta masa pendudukan Jepang. Kongres memutuskan untuk mendirikan majelis syuro pusat bagi umat Islam Indonesia yang dianggap sebagai satu-satunya partai politik bagi umat Islam, yang secara resmi bernama Partai Politik Islam Indonesia dengan nama “MASYUMI”. Dengan Kongres Umat Islam Indonesia ini, pembentukan Masyumi bukan merupakan keputusan beberapa tokoh saja, tapi merupakan keputusan “seluruh umat Islam Indonesia”.
Segera setelah berdiri, Masyumi tersebar merata di segenap penjuru tanah air, hal itu dapat terjadi karena dukungan yang diberikan oleh organisasi-organisasi yang menjadi pendukung Masyumi. Ada 8 unsur organisasi pendukung Masyumi yakni NU (Nahdatul Ulama), Muhammadiyah, Persatuan Islam (PERSIS), Persatuan Umat Islam, Al-Irsyad, Mai’iyatul Wasliyah, Al-Ittihadiyah dan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA). Dengan demikian Masyumi berhasil menyatukan organisasi dan umat Islam Indonesia dalam satu wadah perjuangan. Mayumi sebelumnya adalah Majlis Islam A`la Indonesia (MIAI) yang sebelumnya dibekukan oleh tentara Jepang. Selanjutnya, pada sekitar tahun 1960, Soekarno dengan M. Natsir berbeda pendapat tentang eksistensi Irian Barat, konflik itu berimbas pada pembubaran Masyumi, karena Natsir=Masyumi dan Masyumi=Natsir, namun sebelum Masyumi dibubarkan, Masyumi membubarkan diri terlebih dahulu.
• Partai Pergerakan Tarbiyatul Islam (Perti)
Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti), semula merupakan gerakan yang tidak terang-terangan bergerak dalam bidang politik, lebih fokus pada kegiatan sosial-keagamaan, pendidikan, santunan terhadap fakir miskin, dan sebenarnya sudah lama berdiri pada sebelum kemerdekaan, tepatnya didirikan di bukit tinggi pada tanggal 20 Mei 1930. Didirikan oleh para tokoh agama, antara lain Syekh Sulaiman Rasuly, Syekh Muhammad Jamil Djaho, Syekh Ahmad Ladang Laweh. Syekh Abdul Wahid es Salihy, dan Syekh Arifin Arsjady.
Ketika terjadi perubahan iklim politik di tanah air sejak proklamasi kemerdekaan, Perti berubah haluan ikut terjun ke dunia politik. Perubahan itu terjadi ketika dilangsungkan sidang pleno Pengurus Besar pada 22 Nopember 1945 dio Bukit Tinggi, dan sejak itu namanya berubah menjadi Partai Islam Perti.
• Partai Nahdlatul Ulama (PNU)
Perpecahan yang terjadi dalam tubuh Partai Masyumi benar-benar di luar keinginan Nahdlatul Ulama'. Sebab Nahdlatul Ulama' selalu menyadari betapa pentingnya arti persatuan ummat Islam untuk mencapai cita-citanya. Itulah yang mendorong Nahdlatul Ulama' yang dimotori oleh KH.Abdul Wahid Hasyim untuk mendirikan MIAI, MASYUMI, dan akhirnya mengorbitkannya menjadi Partai Politik. Bahkan Nahdlatul Ulama' adalah modal pokok bagi existensi Masyumi, telah dibuktikan oleh Nahdlatul Ulama' pada konggresnya di Purwokerto yang memerintahkan semua warga NU untuk beramai-ramai menjadi anggauta Masyumi. Bahkan pemuda-pemuda Islam yang tergabung dalam Ansor Nahdlatul Ulama' juga diperintahkan untuk terjun secara aktif dalam GPII (Gabungan Pemuda Islam Indonesia).
Akan tetapi apa yang hendak dikata, beberapa oknum dalam Partai Masyumi berusaha dengan sekuat tenaga untuk menendang NU keluar dari Masyumi. Mereka beranggapan bahwa Majlis Syura yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam Masyumi sangat menyulitkan gerak langkah mereka dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang bersifat politis. Apalagi segala sesuatu persoalan harus diketahui atau disetujui oleh Majlis Syura, mereka rasakan sangat menghambat kecepatan untuk bertindak. Dan mereka tidak mempunyai kebebasan untuk menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan politik. Akhirnya ketegangan hubungan antara ulama' (kyai) dengan golongan intelek yang dianggap sebagai para petualang yang berkedok agama semakin parah. Karena keadaan semacam itu, maka para pemimpin PSII sudah tidak dapat menahan diri lagi. Mereka mengundurkan diri dari Masyumi dan aktif kembali pada organisasinya; sampai kemudian PSII menjadi partai.
Pengunduran diri PSII tersebut oleh pemimpin-pemimpin Masyumi masih dianggap biasa saja. Bahkan pada muktamar Partai Masyumi ke-IV di Yogyakarta yang berlangsung pada tanggal 15 - 19 Desember 1949, telah diputuskan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Majlis Syura yang semula menjadi dewan yang tertinggi diubah menjadi Penasihat yang tidak mempunyai hak veto; dan nasihatnya sendiri tidak harus dilaksanakan.
Sikap Masyumi yang telah merendahkan derajat para ulama' tersebut dapat ditolelir oleh warga Nahdlatul Ulama'. Namun PBNU masih berusaha keras untuk memperhatikan persatuan ummat Islam. Nahdlatul Ulama' meminta kepada pimpinan-pimpinan Masyumi agar organisasi ini dikembalikan menjadi Federasi Organisasi-Organisasi Islam, sehingga tidak menyampuri urusan rumah tangga dari masing-masing organisasi yang bergabung di dalamnya. Namun permintaan ini tidak digubris, sehingga memaksa Nahdlatul Ulama' untuk mengambil keputusan pada muktamar NU di Palembang, tanggal: 28 April s/d 1 Mei 1952 untuk keluar dari Masyumi, berdiri sendiri dan menjadi Partai politik.

Daftar Pustaka
Syafi`i, Inu Kencana, Sistem Politik Islam, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008) Cet. IV
Suroto & Doddy Rudianto, Partai-partai politik di Indonesia, (Jakarta: PT. Citra Mandala Pratama, 2003), Cet. I
http://whayudha.wordpress.com/2008/09/14/partai-islam-indonesia/ - _ftn3