SELAMAT DATANG DI ALAM MAYA ALFIKAR...

Jumat, 10 Oktober 2008

parpol islam tempo doeloe

Pendahuluan
Seperti telah diketahui bahwa, partai politik adalah institusi (kelembagaan) sosial yang terorganisasi, tempat keberadaan orang-orang atau golongan-golongan yang sepandangan (sealiran) politik, berusaha untuk memperoleh serta menggunakan dan mempertahankan kekuasaan politik supaya dapat mempengaruhi kebijakan umum (mengikat masyarakat) dalam kehidupan kenegaraan. Dari sini dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan partai politik Islam adalah partai politik yang berhaluan Islam, dengan konsekuensi segala aturan main partai harus sesuai dengan nilai-nilai keislaman.
Partai-Partai politik Islam Pra Kemerdekaan
• Partai Sjarekat Islam Indonesia (PSII)
Partai Syarikat Islam Indonesia adalah hasil dari perpanjangan tangan SDI (Syarikat dagang Indonesia) yang berdiri pada tahun 1905, selanjutnya pada tahun 1911 SDI berubah lagi menjadi Syarikat Islam (SI) yang kemudian dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto. Aktifitas syarikat Islam sejak awal berdiri sudah menunjukkan karakter yang sesungguhnya merupakan gerakan politik. Dalam waktu dekat SI ini telah berkembang pesat yang anggotanya mencapai sekitar 2,5 juta jiwa. Pada perjalanan selanjutny, kepopuleran SI ternyata tidak bertahan lama. Pada tahun 1921 SI berubah nama menajdi Partai Syarikat Islam (PSI) akhirnya pada tahun 1930, PSI berganti nama lagi mnjadi Partai Syariat Islam Indonesia (PSII).
Pada sekitar pertengahann tahun 1948 tiba-tiba partai syarikat Islam Indonesia(PSII) ini muncul kembali secara politis sedang menemukan persatuan yang kokoh di bawah panji-panji Partai Masjumi, banyak pengamat mensinyalir bahwa awal mula terjadinya perpecahan poitik Islam berawal dari lahirnya PSII ini yang mulai melumpuhkan kekuatan persatuan politik Islam. Sebab setelah PSII, NU sebagai pendukung utama masyumi pun ikut melepaskan diri dari masyumi.
• Partai Islam Indonesia (PII)
Partai Islam Indonesia didirikan pada tanggal 4 Desember 1938 oleh para tokoh Muhammadiyah, yang kemudian dipimpin (diketuai) oleh Dokter Soekiman. Secara embrional partai ini berasal dari forum diskusi yang didirikan oleh KH. Mas Mansur pada bulan Juli 1938 yang disebutnya Islam Study Club. Klub studi ini bertujuan: “untuk menjembatani kesenjangan antara kaum intelektual muslim dengan umat Islam, meningkatkan pengetahuan Islam dan untuk mempercepat kerjasama antar umat Islam dengan intelektual muslim untuk kepentingan Islam”. Dalam waktu singkat PII berhasil mengembangkan sayapnya dengan dukungan dari cabang-cabang Muhammadiyah, mencapai 145 cabang di seluruh Indonesia. Namun kemudian kegiatannya harus berhenti ketika pecah perang pasifik.
Partai-Partai Islam pada masa Orde lama
Beberapa bulan setelah Indonesia merdeka, Bung Hatta mengeluarkan maklumat nomor 10 tanggal 16 Oktober 1945 yang disusul dengan maklumat tanggal 3 Nopember 1945 yang intinya adalah anjuran pembentukan partai-partai politik, sehingga sejak saat itu banyak kelompok yang terang-terangan membentuk partai politik, tak terkecuali kelompok Islam, adapun partai-partai tersebut adalah:
• Masyumi
Masyumi didirikan dalam Kongres Umat Islam Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 7-8 November 1945. Kongres ini dihadiri oleh sekitar lima ratus utusan organisasi sosial keagamaan yang mewakili hampir semua organisasi Islam yang ada, dari masa sebelum perang serta masa pendudukan Jepang. Kongres memutuskan untuk mendirikan majelis syuro pusat bagi umat Islam Indonesia yang dianggap sebagai satu-satunya partai politik bagi umat Islam, yang secara resmi bernama Partai Politik Islam Indonesia dengan nama “MASYUMI”. Dengan Kongres Umat Islam Indonesia ini, pembentukan Masyumi bukan merupakan keputusan beberapa tokoh saja, tapi merupakan keputusan “seluruh umat Islam Indonesia”.
Segera setelah berdiri, Masyumi tersebar merata di segenap penjuru tanah air, hal itu dapat terjadi karena dukungan yang diberikan oleh organisasi-organisasi yang menjadi pendukung Masyumi. Ada 8 unsur organisasi pendukung Masyumi yakni NU (Nahdatul Ulama), Muhammadiyah, Persatuan Islam (PERSIS), Persatuan Umat Islam, Al-Irsyad, Mai’iyatul Wasliyah, Al-Ittihadiyah dan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA). Dengan demikian Masyumi berhasil menyatukan organisasi dan umat Islam Indonesia dalam satu wadah perjuangan. Mayumi sebelumnya adalah Majlis Islam A`la Indonesia (MIAI) yang sebelumnya dibekukan oleh tentara Jepang. Selanjutnya, pada sekitar tahun 1960, Soekarno dengan M. Natsir berbeda pendapat tentang eksistensi Irian Barat, konflik itu berimbas pada pembubaran Masyumi, karena Natsir=Masyumi dan Masyumi=Natsir, namun sebelum Masyumi dibubarkan, Masyumi membubarkan diri terlebih dahulu.
• Partai Pergerakan Tarbiyatul Islam (Perti)
Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti), semula merupakan gerakan yang tidak terang-terangan bergerak dalam bidang politik, lebih fokus pada kegiatan sosial-keagamaan, pendidikan, santunan terhadap fakir miskin, dan sebenarnya sudah lama berdiri pada sebelum kemerdekaan, tepatnya didirikan di bukit tinggi pada tanggal 20 Mei 1930. Didirikan oleh para tokoh agama, antara lain Syekh Sulaiman Rasuly, Syekh Muhammad Jamil Djaho, Syekh Ahmad Ladang Laweh. Syekh Abdul Wahid es Salihy, dan Syekh Arifin Arsjady.
Ketika terjadi perubahan iklim politik di tanah air sejak proklamasi kemerdekaan, Perti berubah haluan ikut terjun ke dunia politik. Perubahan itu terjadi ketika dilangsungkan sidang pleno Pengurus Besar pada 22 Nopember 1945 dio Bukit Tinggi, dan sejak itu namanya berubah menjadi Partai Islam Perti.
• Partai Nahdlatul Ulama (PNU)
Perpecahan yang terjadi dalam tubuh Partai Masyumi benar-benar di luar keinginan Nahdlatul Ulama'. Sebab Nahdlatul Ulama' selalu menyadari betapa pentingnya arti persatuan ummat Islam untuk mencapai cita-citanya. Itulah yang mendorong Nahdlatul Ulama' yang dimotori oleh KH.Abdul Wahid Hasyim untuk mendirikan MIAI, MASYUMI, dan akhirnya mengorbitkannya menjadi Partai Politik. Bahkan Nahdlatul Ulama' adalah modal pokok bagi existensi Masyumi, telah dibuktikan oleh Nahdlatul Ulama' pada konggresnya di Purwokerto yang memerintahkan semua warga NU untuk beramai-ramai menjadi anggauta Masyumi. Bahkan pemuda-pemuda Islam yang tergabung dalam Ansor Nahdlatul Ulama' juga diperintahkan untuk terjun secara aktif dalam GPII (Gabungan Pemuda Islam Indonesia).
Akan tetapi apa yang hendak dikata, beberapa oknum dalam Partai Masyumi berusaha dengan sekuat tenaga untuk menendang NU keluar dari Masyumi. Mereka beranggapan bahwa Majlis Syura yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam Masyumi sangat menyulitkan gerak langkah mereka dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang bersifat politis. Apalagi segala sesuatu persoalan harus diketahui atau disetujui oleh Majlis Syura, mereka rasakan sangat menghambat kecepatan untuk bertindak. Dan mereka tidak mempunyai kebebasan untuk menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan politik. Akhirnya ketegangan hubungan antara ulama' (kyai) dengan golongan intelek yang dianggap sebagai para petualang yang berkedok agama semakin parah. Karena keadaan semacam itu, maka para pemimpin PSII sudah tidak dapat menahan diri lagi. Mereka mengundurkan diri dari Masyumi dan aktif kembali pada organisasinya; sampai kemudian PSII menjadi partai.
Pengunduran diri PSII tersebut oleh pemimpin-pemimpin Masyumi masih dianggap biasa saja. Bahkan pada muktamar Partai Masyumi ke-IV di Yogyakarta yang berlangsung pada tanggal 15 - 19 Desember 1949, telah diputuskan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Majlis Syura yang semula menjadi dewan yang tertinggi diubah menjadi Penasihat yang tidak mempunyai hak veto; dan nasihatnya sendiri tidak harus dilaksanakan.
Sikap Masyumi yang telah merendahkan derajat para ulama' tersebut dapat ditolelir oleh warga Nahdlatul Ulama'. Namun PBNU masih berusaha keras untuk memperhatikan persatuan ummat Islam. Nahdlatul Ulama' meminta kepada pimpinan-pimpinan Masyumi agar organisasi ini dikembalikan menjadi Federasi Organisasi-Organisasi Islam, sehingga tidak menyampuri urusan rumah tangga dari masing-masing organisasi yang bergabung di dalamnya. Namun permintaan ini tidak digubris, sehingga memaksa Nahdlatul Ulama' untuk mengambil keputusan pada muktamar NU di Palembang, tanggal: 28 April s/d 1 Mei 1952 untuk keluar dari Masyumi, berdiri sendiri dan menjadi Partai politik.

Daftar Pustaka
Syafi`i, Inu Kencana, Sistem Politik Islam, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008) Cet. IV
Suroto & Doddy Rudianto, Partai-partai politik di Indonesia, (Jakarta: PT. Citra Mandala Pratama, 2003), Cet. I
http://whayudha.wordpress.com/2008/09/14/partai-islam-indonesia/ - _ftn3

Jumat, 02 Mei 2008

DILEMA KEKUASAAN

Oleh : Alfikar *)
Perangkat Negara Demokratis
Adalah Montesque seorang pria kelahiran Perancis yang memberikan gagasan tentang praktik demokrastisai, yaitu sebuah sistem negara yang dianggap ideal, karena didalam sistem tersebut secara tidak langsung rakyat bisa menentukan sendiri sebuah keputusan. Negara yang menganut paham demokrasi memiliki tiga perangkat pokok, yaitu Legislatif (Pembuat Undang-undang), Eksekutif (Pelaksana Undang-undang) dan Yudikatif (Penegak Undang-undang).
Indonesia Negara demokratis
Demokrasi merupakan salah satu isu global yang menghegemoni dunia internasional, termasuk Indonesia. Indonesia memiliki badan legislatif yaitu DPR, eksekutifnya Presiden dan Yudikatifnya Mahkamah Agung. Dengan demikian, secara prosedural Indonesia dianggap sebagai negara yang menganut sistem demokrasi. Sistem demokrasi di Indonesia memiliki beberapa jenis, dahulu pada masa rezim Soekarno ada demokrasi Liberal yang notabenenya kebebasan dalam berpolitik dan demokrasi terpimpin yang bisa dinilai juga dengan semi otoriter karena dalam demokrasi tersebut dikendalikan oleh satu orang saja yaitu Soekarno, kemudian pada masa kepemimpinan selanjutnya yakni pada saat tonggak kepemimpinan dipegang oleh rezim orde baru dalam hal ini adalah Soeharto, demokrasi mengalami degradasi yakni demokrasi pancasila dan kemudian dijadikan asas tunggal untuk semua lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi yang ada di Indonesia. Demokrasi ini sampai saat ini masih bertahan.
Walaupun pada saat ini masih terjadi perbedaan pendapat mengenai ”status” demokrasi di indonesia, ada yang mengatakan bahwa saat ini Indonesia masih dalam tahap transisi, konsolidasi dan lain sebagainya, namun yang jelas, pendapat tersebut mempunyai alasan dan kepentingan masing-masing.
Perang dingin eksekutif dan legislatif
Saat ini Indonesia sedang dilanda perkara yang dilematis, pada masa sebelum PEMILU 2004 yakni ketika legislatif (DPR dan DPRD) yang paling berkuasa, lembaga ini selalu mempermainkan lembaga eksekutif (Presiden, Gubernur dan Bupati), misalnya dengan ”memeras” lembaga eksekutif ketika akan melakukan proses laporan pertanggngjawaban dan ketika akan melakukan rencana kerja, otomatis demi untuk mendapatkan restu dari legislatif maka eksekutifpun harus menuruti semua keinginan para anggota legislatif, kecuali jika menghendaki lengser dari jabatan seperti halnya yang terjadi pada pemerintahan KH Abdurrahman Wahid (Gusdur) yang dijatuhkan oleh para anggota legislatif, jika diterka bisa jadi pada saat itu Gusdur tidak mau manyuap para anggota legislatif. Keadaan ini mangakibatkan rmuncul dan tumbuh suburnya ”raja-raja kecil” yang mendapatkan upeti dari para eksekutif. Secara otomatis keadaan ini memaksa eksekutif untuk melakukan tindakan yang mampu mengembalikan semua hak-haknya yang telah dirampas oleh legislatif, sehungga tindakan KKN (Kolusi korupsi dan Nepotisme) di kalangan eksekutif tidak dapat dihindari dan bahkan semakin merajalela.
Ketika PEMILU 2004, terjadi perbedaan yang signifikan dari PEMILU sebelumnya, diantaranya adalah lembaga legislatif dan eksekutif dipilih secara langsung oleh rakyat, untuk anggota legislatif jika kurang dari standar jumlah suara, maka suara dari partai diakumulasi dan jika pas atau melebihi standar suara maka yang mendapatkan kursi di legislatif adalah mereka yang mendapatkan nomor urut paling atas, kemudian adanya pencoblosan lembaga DPD (Dewan Perwakilan Daerah) yang jadi ”saingan” legislatif di parlemen. Pada saat ini ”status” legislatif dan eksekutif seimbang, bisa dikatakan seimbang karena eksekutif tidak lagi bisa dipermainkan oleh legislatif, alasannya adalah eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sebelumnya pemillihan semacam ini diharapkan para anggota legislatif tidak bisa lagi mempermainkan eksekutif. Namun sayangnya, keadaan ini malah membuat para eksekutif tidak lagi menakuti akan ancaman dan tuntutan dari legislatif sehingga memunculkan pemerintahan yang semi-otoriter karena para Eksekutif tidak bisa lagi dilengserkan oleh legislatif seperti masa sebelumnya, dan juga tidak bisa dijatuhkan langsung oleh rakyat, padahal di negara Eropa yang menganut sistem demokrasi mengenal yang dinamakan dengan impeachment, yakni proses kudeta, kudeta bisa dilakukan dengan syarat memperoleh 2/3 suara pemilih. Di Indonesia beda, eksekutif hanya bisa mengakhiri jabatan pada PEMILU berikutnya.
Dengan demikian, ketika legislatif menguasai eksekutif, dengan mudah mereka mempermainkan eksekutif dan memperoleh banyak upeti dari eksekutif, dan ketika posisi legislatif setara dengan eksekutif, mereka tidak lagi peduli dengan ancaman legislatif dan akhirnya memunculkan pemerintahan yang semi otoriter.
Akankah Indonesia terus-terusan seperti ini?
*) Mahasiswa UIN Jakarta-
Koordinatoor FS-M@kar-
Sekjend KEMBANG JAYA
(Keluarga Mahasiswa Kabupaten Subang Jakarta Raya)

SYI`AH

Oleh : Alfikar *)
A. Pengertian
Syi`ah merupakan aliran teologi Islam yang namanya sampai saat ini masih tetap eksis di dalam kajian teologi Islam, dan penganutnya pun cukup banyak dan tersebar di berbagai belahan dunia, berbeda dengan aliran-aliran lain yang telah musnah, seperti Khawarij, Murjiah, Qadariyyah dan lain sebagainya.
Arti dari Syi`ah itu sendiri di dalam bahasa Arab adalah pengikut, Syiah Ali berarti –menurut bahasa Arab- “Pengikut Ali”. Tetapi arti kaum “kaum Syiah” menurut istilah yang dipakai dalam lingkungan ummat Islam adalah kaum yang beritikad bahwa saidina Ali Karamalluhu wajhah adalah orang yang yang berhak menjadi khalifah pengganti Nabi, karena Nabi berwasiat bahwa pengganti beliau sesudah wafat adalah saidina Ali.
Kelanjutan dari i`tikad ini maka khalifah-khalifah pertama, kedua, dan ketiga yaitu Abu Bakar, Umar, dan Usman adalah Khalifah yang tidak sah, perampok-perampok yang berdosa, karena mengambil pangkat khalifah tanpa hak dari saidina `Ali .
b. Syi`ah dalam lintas sejarah
Pada masa khalifah Abu Bakar R.a (11-13 H), begitu juga pada zaman Khalifah Usman bin `Affan (13-23 H) gerakan dan faham Syi`ah tidak ada, karena zaman itu zaman yang paling dekat dengan zaman Rasulullah Saw, orang-orangnya adalah sahabat-sahabat Nabi yang berilmu dan tidak mudah dikutak-katik oleh faham sesat. para sahabat termuka dan jumhur ummat Islam tidak menerima faham Syi`ah ini, apalagi faham yang akan menentang Saidina Abu Bakar Shidik dan Saidina Umar.
Mereka berpendapat bahwa pengangkatan khalifah Abu Bakar dan Umar, dan Usman adalah sah, dan Nabi Muhammad tidak berwasiat tentang siapa yang akan mengganti beliau. Mereka berpendapat bahwa pengangkatan cara syura pada pertemuan Saqifah bani Sa`idah adalah sesuai dengan tuntunan Islam, yaitu musyawarah yang dituntut dalam Alquran dalam surat Syura ayat 38.
Ketika khalifah Umar digantikan oleh Usman, (25-35 H), Usman tidak hanya sibuk mengatur Negara dan pemerintahan, tapi beliau sibuk mengumpul ayat-ayat suci, sampai berhasil menjadikan Alquran dalam satu mashaf yang sampai sekarang dinamakan dengan mashaf Usmani. Kemudian Pada lima tahun menjelang akhir pemerintahan Usman, faham syiah mulai muncul dan sedikit mendapat pasaran juga. Maka berkobar-kobarlah faham anti Usman dan anti khalifah-khalifah yang dulu. Mereka mengatakan bahwa yang behak menjadi khalifah adalah yang behak menjadi khalifah sesudah wafatnya Rasulullah adalah Saidina Ali, Abu Bakar, Umar, Usman dan telah merampas hak Khalifah yang sah.
Ada seorang pendeta Yahudi dari Yaman yang kemudian masuk Islam, namanya Abdullah bin Saba, sesudah masuk Islam ia lantas ke Madinah pada Akhir-akhir tahun kekuasaan khalifah Usman, yaitu sekitar tahun 30 H.
Abdullah bin Saba kebetulan tidak mendapat penghargaan dari khalifah Usman dan orang-orang besar di Madinah sebagaimana harapannya. Pada mulanya, ia menyangka bahwa kalau ia datang ke Madinah ia akan disambut dengan kebesaran sebab ia adalah pendeta Yahudi Yaman yang kemudian masuk Islam. Harapan tersebut meleset, dan tentunya ia merasa kesal dan jengkel. Sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa masuknya Abdullah bin Saba ke dalam agama Islam adalah dengan tujuan untuk mengacaukan Islam dari dalam, karena mereka tidak sanggup mengacaukan Islam dari luar.
Pada mulanya ia benci kepada khalifah Saidna Usman karena beliau tidak mau menyambutnya. Ia membangkitkan gerakan anti Saidina Usman dan berusaha meruntuhkannya dan menggantikannya dengan Saidina Ali. Usaha Abdullah bin Saba ini mendapat pasaran di kota-kota besar Ummat Islam ketika itu, seperti Madinah, Mesir, Kufah, Basrah dan lain-lain, karena kebetulan Orang-orang sudah banyak pula yang tidak sesuai dengan Pola kepemimpinan Saidina Usman, Karena beliau menghilangkan cincin stempel Nabi Muhammad Saw, dan juga beliau banyak mengangkat orang-orang dari suku beliau -orang-orang Bani Umayyah- menjadi pengusaha-pengusaha daerah.
Demi untuk menjatuhkan dan mengalahkan Saidina Usman, Abdullah bin Saba pergi ke Mesir, Kufah, Basrah, Damsyik dan kota-kota lain untuk membuat propaganda tentang keagungan Saidina Ali. Abdullah bin Saba sangat berlebih-lebihan dalam mengagungkan Saidina Ali dan sangat berani membuat hadits-hadits palsu yang bertujuan mengagungkan Saidina Ali dan merendahkan Saidina Usman, Umar dan Abu Bakar.
Ketika Usman berhasil dibunuh oleh kaum pemberontak, maka para pemberontak dan begitupun yang bukan pemberontak sepakat untuk mengangkat Ali sebagai pengganti Usman. Bagi kaun Syi`ah, Saidina Ali adalah Khalifah yang pertama karena mereka tidak mengakui Khalifah-khalifah sebelumnya, yaitu Abu Bakar, Umar dan Usman. Kaum Syi`ah sangat mengagung-agngkan Saidina Ali, seperti mengatakan bahwa Sadina Ali adalah Imam yang mendapat wahyu dari Tuhan, Imam yang berpangkat kenabian dan bahkan ada sebagian dari mereka yang mengatakan bahwa Saidina Ali adalah Nabi yang dituju oleh Tuhan tetapi karena kesalahan Jibril akhirnya Muhammad-lah yang kemudian diangkat menjadi Nabi dan Rasul.
C. Kelompok-kelompok Syiah
Syi`ah sendiri terbagi menjadi beberapa sekte, diantaranya adalah:
1. Syiah Sabaiyyah, yaitu Syiah pengikut Abdullah bin Saba`, Syiah Sabaiyah ini termasuk Syiah yang gullat, artinya Syiah yang keterlaluan, yang berlebih-lebhan yang mempercayai bahwa Nabi Muhammad akan kembali ke dunia seperti nabi Isa, kemudian mereka juga meyakini bahwa Saidina Ali belum mati tetapi beliau bersembunyi dan akan lahir kembali, dan mereka juga meyakini bahwa Jibril keliru dalam menyampaikan wahyu, mestinya Jibril menurunkan wahyu kepada Saidina Ali bukan kepada Nabi Muhammad dan mereka juga meyakini bahwa ruh Tuhan turun kepada Ali.
2. Syiah Kaisaniyyah, yaitu Syi`ah pengikut Mukhtar bin Ubai assaqafi. Golongan ini tidak mempercayai adanya ruh Tuhan dalam tubuh Saidina Ali, tetapi mereka yakin bahwa para Imam Syi`ah adalah ma`shum (sama dengan para Nabi) dan masih mendapatkan wahyu.
3. Syiah Imamiyyah, yaitu golongan Syiah yang percaya kepada Imam-Imam yang ditunjuk oleh Nabi Muhammad Saw. Yaitu Saidna Ali sampai 12 orang keturunannya.
4. Syiah Isma`iliyyah, yaitu golongan Syi`ah yang hanya mempercayai 7 orang Imam, yaitu dari Mulai Saidina Ali sampai Isma`il bin Ja`far asssidik.
5. Syiah Zaidiyyah, yaitu Syiah penganut Imam Zaid bin Ali bin Husen bin Ali bin Abi Thalib, golongan Syiah ini tidak sampai menklaim kafir kepada Abu Bakar, Umar dan Usman, tetapi mereka yakin bahwa Ali lebih mulia.
6. Syiah Qaramithah, yaitu Syiah yang sering menafsirkan Alquran sesuka hatinya. Mereka mengatakan bahwa malaikat adalah muballig mereka dan Syitan dalah musuh mereka, yang dinamakan sembahyang adalah mengikuti mereka, haji adalah adalah ziarah kepada imam, puasa ialah tidak membuka rahasia imam.
7. Dan lain-lain.

c. Pokok-Pokok Ajaran
Seperti halnya Firqah-firqah lain, Syiah pun mempunyai beberapa ajaran-ajaran pokoknya, diantaraya adalah:
1. Syi`ah meyakini bahwa Nabi Muhammad Saw, atas perintah Allah telah menunjuk dan mengangkat Ali sebagai Khalifah sesudanya, ia lakukan berkali-kali dan dalam berbagai kesempatan yang berbeda. Di Ghadir Khum, dekat dengan Juhfah misalnya, Nabi membacakan Khutbahnya yang sangat popular di depan para sahabatnya sepulang dari menunaikan ibadah haji. Nabi bersabda:
Wahai Orang-orang yang beriman!bukankah diriku lebih utama dari kalian?mereka berkata:Betul! Nabi melanjutkan: barang siapa yang aku adalah pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya.
Mereka mengutuk Abu Bakar, Umar dan Usman, karena ketiganya telah merampas hak Ali.
2. Kaum syiah meyakini bahwa suatu saat nanti Imam mereka akan kembali lagi untuk menegakkan keadilan di dunia ini.
3. Menurut mereka, percaya dan iman kepada Imam merupakan rukun Iman.
4. Dan masih banyak lagi.
Sampai saat ini Kelompok Syi`ah tumbuh subur di berbagai belahan dunia, diantaranya di Iran, Irak, Pakistan, Yaman, termasuk di Indonesia dan beberapa Negara-negara lainnya.

Wallhu a`lam bi al-Shawab…




*) Mahasiswa UIN Jakarta-
Koordinatoor FS-M@kar-
Sekjend KEMBANG JAYA
(Keluarga Mahasiswa Kabupaten Subang Jakarta Raya)

Kamis, 24 April 2008

Nabi Ibrahim a.s dan Hegemoni Filsafat Yunani Kuno

Oleh : Alfikar *)

Jika dipersonifikasi, Disiplin Ilmu Filsafat Bisa berkembang ke penjuru dunia atas jasa Iskandar Dzulqarnain atau Alexander The Greats, murid kesayangan Aristoteles yang kemudian menjadi seorang raja yang mempunyai wilayah kekuasan sangat luas, pada saat Alexander melakukan ekspansi besar-besaran, pada saat itu pula ia menyebarkan ajaran-ajaran dari gurunya ketika ia di Yunani biasanya penyebaran ini dinamakan dengan istilah hellenisme, syahdan, filsafat kemudian berkembang dan Yunani-lah yang dikenal sebagai peletak dasar filsafat.

Hampir setiap ilmuwan atau Filsuf memiliki pandangan tersendiri dalam mendenisikan filsafat, saking banyaknya definisi membuat Muhammad Hatta menganjurkan untuk terlebih dahulu mempelajari filsafat setelah itu baru mendenisikan sendiri tentang filsafat, namun demikian mayoritas filsuf sepakat bahwa filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata Philo yang artinya cinta dan Shopia yaitu kebijaksanaan, jadi secara etimologis filsafat bisa didefinisikan sebagai “mencintai kebijaksanaan”. Filsafat sering diidentikan dengan ritual atau kegiatan berpikir yang sangat radikal, kegiatan tersebut dilakukan demi mendapatkan sebuah kebijaksanaan, ini menjadi pertanyaan ketika sosok seorang Ibrahim alaihi al-salam disingkirkan dari daftar nama filsuf pra Socrates karena sebelum kemunculan filsuf pra Socrates seperti Thales, Anaximander, Heralictus dan filsuf-filsuf lainnya seorang Ibrahim telah lahir dan melakukan ritual berpikir yang radikal, Ibrahim melakukan ini sebagai bentuk reaksi dari beberapa fenomena yang muncul dari kegiatan masyarakat pada waktu itu yang dianggapnya janggal dan tidak rasional. Dalam melakukan filsafatnya, hanya satu yang menjadi tujuan Ibrahim yakni mengetahui sosok yang agung dan layak disembah, yakni Tuhan. Ketika Ibrahim menyaksikan kedigdayaan matahari yang bisa menyemburkan cahayanya yang sangat dahsyat, ia meyakini bahwa yang patut disembah adalah matahari karena ia memiliki kekuatan cahaya yang tiada bandingannya, tetapi beberapa jam kemudian Ibrahim kecewa karena ternyata kehebatan cahaya yang diberikan matahari pada akhirnya melemah dan kemudian menghilang, rupanya Ibrahim tidak menyerah begitu saja karena sesaat kemudian ketika ia menyaksikan keperkasaan rembulan diantara deretan bintang-gemintang ia kembali mmpercayai bahwa rembulan layak untuk disembah, tetapi lagi-lagi ia dikecewakan ketika ternyata kekuatan rembulan yang disembahnya tersebut hanya mampu bertahan beberapa jam saja, sampai pada akhirnya ia menyimpulkan bahwa yang patut disembah adalah pencipta dari matahari dan rembulan tersebut, yakni Allah Swt. Apa yang telah dilakukan oleh Ibrahim dan diabadikan dalam Alquran tersebut menunjukan bahwa ia layak dinobatkan sebagai filsuf pra Socrates.

Nabi Ibrahim memang tidak masuk dalam literatur filsafat pra Socrates, secara spekulatif ini bisa disebabkan oleh beberapa alasan, pertama, Ibrahim bukan penduduk Yunani, konon ia adalah penduduk Irak, sehingga sangat wajar jika namanya tidak dimsukan dalam jajaran nama filsuf Yunani kuno. Kedua, Ibrahim tidak meninggalkan jejak atau karya dalam bentuk tulisan yang monumental, sehingga wajar jika ia dilupakan begitu saja oleh para filsuf setelahnya. Ketiga, apa yang telah dilakukan oleh Ibrahim hanya direkam di dalam Alquran, dan kita tahu bahwa Alquran turun ketika filsafat Yunani telah berkembang.

Terlepas dari itu semua yang jelas filsafat telah muncul sebelum Yunani melahirkan sederetan nama panjang para Filsuf, hanya saja pada saat itu belum dikemas secara sistematis, bukti dari kemunculan filsafat tersebut adalah ritual atau kegiatan berpikir radikal yang dilakukan oleh Ibraim dalam mencari Tuhannya, namun sayangnya rekaman tersebut baru muncul ketika filsafat telah berkembang, sehingga nama Ibrahim tidak masuk dalam kategori filsuf pra Socrates.

*) Mahasiswa UIN Jakarta-

Koordinatoor FS-M@kar-

Sekjend KEMBANG JAYA

(Keluarga Mahasiswa Kabupaten Subang Jakarta Raya)

Penguasa di Dua Lembaga

Oleh : Alfikar *)

Sistem Kepartaian di Indonesia

Didalam negara yang menganut sistem demokrasi biasanya selalu menggunakan partai sebagai media untuk mencapai kekuasaan, dan ada sistem tersendiri dalam kepartaian tersebut yaitu One Party (Sistem satu partai, biasanya sistem ini dipraktekan di negara-negara yang berhaluan komunisme), Double Party (Sistem Dua Partai, artinya hanya dua partai saja yang paling berpengaruh di sebuah negara tertentu) dan yang terakhir adalah Multy Party (Banyak partai, biasanya sistem ini diterapkan di negara-negara berkembang).

Sejak runtuhnya era orde baru atau sering disebut sebagai era reformasi, “pintu politik” dibuka dengan lebar-lebar sehingga bangsa Indonesia mengalami uforia politik atau lebih tepatnya uforia Partai politik yang berimbas pada lahirnya puluhan bahkan ratusan partai politik di Indonesia, sebagai negara demokratis, ini memang sebuah nilai tersendiri bagi Indonesia karena ruang berpolitik dibuka begitu luas tidak seperti pada zaman orde baru yang sangat mengekang kegiatan politik, namun disisi lain juga justru ini menjadi nilai yang negatif, karena stabilitas negara akan terancam dengan sikap para politisi yang “saling sikut”, dan pertanyaan selanutnya adalah jika para politisi sering disibukkan dengan kegiatan-kegiatan egois tersebut lalu rakyat akan dibawa kemana???.

Ambiguitas Kekuasaan

Sangat wajar ketika seorang pemimpin, dalam hal ini adalah presiden memberikan jabatan dalam struktur kabinetnya kepada para kader partai, selain karena alasan sebagai bentuk kongkrit take and give dari proses koalisi pada saat pemilu, juga karena alasan demi terciptanya keseimbangan cuaca politik, karena ketika oposisi tercipta dalam suatu pemerintahan maka yang akan sering terjadi adalah pihak oposisi secara terus-menerus akan memberikan “serangan-serangan” berupa kritikan pedas yang justru bukan kritikan yang konstruktif, tetapi lebih kepada tujuan untuk menjatuhkan reputasi presiden di mata masyarakat sehingga ketika presiden sudah memiliki cacat politik maka pada saat pemilu selanjutnya masyarakat tidak akan memilihnya kembali dan akan memberikan suaranya kepada pihak oposisi.

Ketika ditarik ke dalam peta percaturan politik di Indonesia, maka yang jadi sorotannya adalah seorang Susilo Bambang Yudoyono atau biasa dipanggil SBY, bagi partai yang telah membantu menghantarkan SBY ke tampuk kekuasaan, maka para kader dari partai-partai tersebut diberikan ruang dalam susunan perangkat negara, yaitu kabinet Indonesia bersatu. Dan partai yanng tidak “memberikan” kadernya untuk duduk di partai tersebut adalah PDI Perjuangan (PDIP), salah satu partai tua di Indonesia dan saat ini dipimpin oleh Megawati Soekarno Putri, partai ini lebih memilih untuk menjadi oposisi, dan senang mengkritik SBY.

Adapun partai yang turut berpartisipasi duduk di kursi kabinet adalah Partai Golkar, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), dan lain sebagainya. Terlepas dari perbedaan jangka waktu karena adanya Reshafle, kader dari partai-partai tersebut telah duduk dalam jajaran kabinet Indonesia bersatu.

Selain mendapat posisi penting di pemerintahan, sebagian dari mereka juga mendapat porsi yang diperhitungkan, yaitu sebagai orang nomor satu dalam partainya, orang-orang tersebut adalah Wakil Presiden M. Jusuf Kalla yang menjadi ketua Umum di partai Golkar, Menteri Kehutanan MS Kaban juga sebagai ketua umum PBB, Menteri Koperasi dan UKM Suryadarma Ali yang juga menjabat ketua umum di PPP dan yang terakhir adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta yang menjabat sebagai Ketua Umum PKPI.

Yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa Presiden justru malah mengizinkan sebagian pembantunya itu menjabat Ketua Umum di Partainya?mengapa tidak di-reshuflle saja? padahal ini akan mengganggu stabilitas negara karena setidaknya dalam pikiran dan tindakan mereka akan terbagi menjadi dua, pemerintah dan partai, padahal idealnya seorang pejabat mesti mendidikasikan seluruhnya kepada bangsa dan Negara.

Ideologi Partai

a. Partai Golkar

Partai Golkar adalah salah satu partai terkuat di Indonesia, karena hampir setengah abad partai tersebut berhasil menguasai Indonesia dibawah komando Soeharto, walaupun selama masa orde baru partai tersebut dikenal “kejam” namun ini tidak menjadi alasan untuk mengurangi massanya. Partai ini menganut paham pancasila.

b. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

Pada awal tampuk kekuasaan dipegang oleh Soeharto, terjadi pergolakan politik yang memuncak pada penyederhanaan partai atau disebut dengan istilah fusi, dan partai yang berhaluan Islam dipersonifikasikan menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), maka PPP bisa dikatakan sebagai partai tua di Indonesia yang berhaluan Islam.

c. Partai Bulan Bintang (PBB)

Mayoritas bangsa Indonesia adalah penganut agama Islam, maka tidak aneh jika di indonesia ada beberapa partai yang berideologikan Islam, salah satunya adalah Partai Bulan Bintang (PBB), dan konon katanya PBB merupkan Reinkarnasi dari Partai Masyumi yang pernah eksis pada awal-awal kemerdekaan Indonesia.

d. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)

Selain partai Golkar, ada beberapa partai lain yang berhaluan pancasila, diantaranya adalah Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), walaupun masih terhitung partai kecil, namun partai tersebut cukup diperhitungkan karena Presiden SBY sendiri memberikan kursi menteri kepada Ketua Umumnya, Meutia Farida Hatta.

Partai Dominan

Dari 24 peserta Pemilu 2004 kemarin, partai Golkar masih mendapat perhatian dari masyarakat, karena terbukti pada pemilu legislatif partai ini mendapat posisi di nomor satu, ini membuktikan bahwa partai Golkar masih mendominasi dari partai-partai lain. Adapun PPP, walaupun partai yang sudah terhtung berusia tua dan berhaluan Islam tidak menjadi alasan untuk mendapatkan banyak suara dari rakyat, mungkin karena partai Islam terhitung banyak maka suara umat Islam terpecah ke partai-partai Islam lainnya, begitupun dengan PBB, partai ini harus berganti nama menjadi Partai Bintang Bulan karena tidak lolos dalam kualifikasi partai, dan PKPI pun memiliki nasib serupa karena suara yang diraup tidak begitu signifikan.

Kritik

SBY memberikan kebijakan kepada para pembantunya untuk aktif di partai politik, dengan kebijakan terseut pada akhirnya empat dari pembantu SBY berhasil menduduki jabatan ketua umum partai, namun yang menjadi persoalan adalah ketika pejabat menduduki dua kursi, satu di kabinet dan satu lagi di partai maka secara otomatis waktu, pikiran dan tindakannya akan terbagi pula, setidaknya menjadi dua, satu untuk bangsa dan negara dan satu lagi untuk kepentingan partai yang dipimpinnya, ketika semuanya telah terbagi tentu saja apa yang mesti dilakukan untuk bangsa dan negara tidak begitu maksimal, lalu ketika bangsa dan negara tidak dipikirkan secara maksimal akan dibawa kemana bangsa dan negara Indonesia???.




Jumat, 18 April 2008

JOMBLO SEJATI: Antara Kehinaan dan Kemuliaan

Oleh: Alfikar*)

Cinta adalah sebuah anugerah yang paling besar yang telah dberikan oleh sang khalik kepada umat-Nya. Termasuk manusia di dalamnya, banyak orang mencoba menginterpretasikan apa itu cinta. Seorang pujangga yang begitu antusius dalam mendendangkan nada-nada cinta dan menuangkan cintanya melalui sebuah syair, dan seorang musisi menuangkan cintanya melalui sebuah lagu. Cinta telah menjadi sebuah sejarahnya sendiri dalam tatanan kehidupan manusia. Cinta akan terus masuk mengisi dalam relung-relung sendi jiwa. telah terbuai dalam sebuah cinta rasa adalah sebuah keniscayaan bagi setiap keturunan Adam untuk memiliki sebuah perasaan menggebu kepada lawan jenisnya, orang sering menyebutnya dengan nama cinta, sayang, kasih, rindu dan masih banyak lagi perwakilan kata dari perasaan tersebut, dan tentu saja nama-nama tersebut dalam konotasi dan orientasi yang lebih sempit, yaitu -seperti ditegaskan diawal- cinta pada lawan jenis. Namun yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah untuk apa perasaan tersebut diberikan oleh Tuhan? terlepas dari jawaban yang spekulatif maupun subjektif, perasaan tersebut diciptakan untuk; pertama, menjaga alam semesta dari kehancuran, seperti yang kita ketahui, ketika kaum nabi Luth a.s memberikan perasaan cintanya kepada sesama jenis, beberapa waktu kemudian muncullah azab yang menghancurkan kehidupan mereka. Kedua, untuk memberikan kepada manusia sebuah keadan yang tenang, damai, indah dan yang sejenisnya, bagi seorang manusia tentu membutuhkan penenang jiwa, pelipur lara dan penghapus air mata, kita bisa bercermin dari kisah seorang Adam, betapa kesepiannya Adam ketika ia baru saja diciptakan oleh Tuhan dan membuatnya mengajukan sebuah permintaan untuk mendapatkan seorang teman sejati yang pada akhirnya Hawa-pun diciptakan dari emanasinya. Bisa jadi ketika Tuhan tidak menciptakan seorang Hawa, kehidupan Adam akan sangat tersiksa sekali, karena walaupun kebutuhan jasmaninya bisa terjamin, tetapi kebutuhan spiritualnya tidak dapat terpenuhi, dan kalau keadaanya sudah begitu membawa kepada sebuah kondisi Adam hampa dan membawanya kepada titik jenuh yang kemudian mengantarkan pada kematian dalam kesepian dan dalam keadaan sia-sia.
Namun tidak sedikit orang salah dalam mengelola perasaan tersebut, bahkan Adam sendiripun terbuai dalam keindahan perasaannya sehingga membuatnya diusir dari surga beserta pasangannya, Hawa. Selain cerita tersebut, masih banyak lagi dongeng-dongeng yang menceritakan tentang itu, Seperti Qais Yang menjadi gila sampai akhir hayatnya karena ia tidak bisa memiliki Laila, kemudian ada juga Zualikha yang membuat Yusuf a.s masuk penjara karena difitnah telah memperkosanya, padahal Zulaikha sendiri yang tidak bisa menjaga perasaanya pada Yusuf, dan masih banyak cerita-cerita lain yang ada dan terjadi disekitar kita, itu semua terjadi karena kekuatan cinta yang tidak atau kurang dijaga dengan baik.
Cerita diatas bisa dikatakan cukup representatif dalam menilai bahwa cinta mengandung unsur kekuatan yang sangat dahsyat, sehingga terkadang dengan kekuatan itu membuat manusia lupa pada diri sendiri dan kemudian mengantarkannya pada jurang kerugian, oleh sebab itu kaum sufi menawarkan sebuah konsep tentang mahabbah dalam tataran ilmu tashawuf, dengan konsep ini pula membuat Rabiah al-Adawiyyah Almuhasibi, dan kawan-kawan mereka kemudian diangkat menjadi seorang waliyulah, oleh seba itu, semestinya kekuatan cinta yang kita miliki diberikan kepada sang Khaliq dan biarkan Dia yang mengelola perasaan itu. Namun disatu sisi cukup kesulitan juga bagi kita untuk menjadi seorang Rabiah ataupun Almahasibi, kecuali dengan kesungguhan niat, karena keadaan dan kultur saat ini telah memberikan harga yang sangat mahal untuk mendapatkan konsep mahabbah tersebut dan ketika kita kesulitan dalam membelinya, maka alternatif selanjutnya adalah menjaga perasaan tersebut dengan cara meninggalkan kegiatan pacaran, ini dilakukan demi menjaga diri sendiri dan kehidupan dunia dari hal-hal yang memberikan dampak kepada kerusakan dan kemudian disalurkan kepada hal-hal yang bersifat positif, entah itu dengan kegiatan belajar, bekerja, berjuang dan lain sebagainya. Maka, bukanlah sebuah kesialan ataupun kenaasan bagi mahasiswa-mahasiswi, pemuda-pemudi dan remaja-remaji -yang belum menikah- dan tidak memiliki pasangan, justru itu adalah sebuah bentuk apresiasi dari Tuhan, karena berpartisipasi dalam menjaga lalu lintas kehidupan. Pada saat yang sama, ketika tidak memiliki pasangan bukan berarti sebagai kelompok atau golongan yang menjadi pengikut kaum Nabi Luth, semua dilakukan karena ada hal yang jauh lebih penting dari pada sekedar pacaran.
Barbangga hatilah sebagai kaum jomblo, tapi bukan berarti bahagia sepenuhnya melainkan, Cuma sebatas bersenang-senanglah dalam menyiapkan masa depanmu kawan…yakinlah dengan kalam Tuhan yang menyatakan bahwa kita diciptakan untuk tidak sendirian, kita diciptakan dengan berpasang-pasangan, pasangan kalian masih ada di alam idea kalian, dan sambutlah kehadiran mereka dengan sabar, tawakkal, tenang dan bahagia…
Inallaha ma`anaa…







*) Mahasiswa UIN Syahid Jakarta
Aktif di FS-M@kar