Oleh: Alfikar*)
Namun tidak sedikit orang salah dalam mengelola perasaan tersebut, bahkan Adam sendiripun terbuai dalam keindahan perasaannya sehingga membuatnya diusir dari surga beserta pasangannya, Hawa. Selain cerita tersebut, masih banyak lagi dongeng-dongeng yang menceritakan tentang itu, Seperti Qais Yang menjadi gila sampai akhir hayatnya karena ia tidak bisa memiliki Laila, kemudian ada juga Zualikha yang membuat Yusuf a.s masuk penjara karena difitnah telah memperkosanya, padahal Zulaikha sendiri yang tidak bisa menjaga perasaanya pada Yusuf, dan masih banyak cerita-cerita lain yang ada dan terjadi disekitar kita, itu semua terjadi karena kekuatan cinta yang tidak atau kurang dijaga dengan baik.
Cerita diatas bisa dikatakan cukup representatif dalam menilai bahwa cinta mengandung unsur kekuatan yang sangat dahsyat, sehingga terkadang dengan kekuatan itu membuat manusia lupa pada diri sendiri dan kemudian mengantarkannya pada jurang kerugian, oleh sebab itu kaum sufi menawarkan sebuah konsep tentang mahabbah dalam tataran ilmu tashawuf, dengan konsep ini pula membuat Rabiah al-Adawiyyah Almuhasibi, dan kawan-kawan mereka kemudian diangkat menjadi seorang waliyulah, oleh seba itu, semestinya kekuatan cinta yang kita miliki diberikan kepada sang Khaliq dan biarkan Dia yang mengelola perasaan itu. Namun disatu sisi cukup kesulitan juga bagi kita untuk menjadi seorang Rabiah ataupun Almahasibi, kecuali dengan kesungguhan niat, karena keadaan dan kultur saat ini telah memberikan harga yang sangat mahal untuk mendapatkan konsep mahabbah tersebut dan ketika kita kesulitan dalam membelinya, maka alternatif selanjutnya adalah menjaga perasaan tersebut dengan cara meninggalkan kegiatan pacaran, ini dilakukan demi menjaga diri sendiri dan kehidupan dunia dari hal-hal yang memberikan dampak kepada kerusakan dan kemudian disalurkan kepada hal-hal yang bersifat positif, entah itu dengan kegiatan belajar, bekerja, berjuang dan lain sebagainya. Maka, bukanlah sebuah kesialan ataupun kenaasan bagi mahasiswa-mahasiswi, pemuda-pemudi dan remaja-remaji -yang belum menikah- dan tidak memiliki pasangan, justru itu adalah sebuah bentuk apresiasi dari Tuhan, karena berpartisipasi dalam menjaga lalu lintas kehidupan. Pada saat yang sama, ketika tidak memiliki pasangan bukan berarti sebagai kelompok atau golongan yang menjadi pengikut kaum Nabi Luth, semua dilakukan karena ada hal yang jauh lebih penting dari pada sekedar pacaran.
Barbangga hatilah sebagai kaum jomblo, tapi bukan berarti bahagia sepenuhnya melainkan, Cuma sebatas bersenang-senanglah dalam menyiapkan masa depanmu kawan…yakinlah dengan kalam Tuhan yang menyatakan bahwa kita diciptakan untuk tidak sendirian, kita diciptakan dengan berpasang-pasangan, pasangan kalian masih ada di alam idea kalian, dan sambutlah kehadiran mereka dengan sabar, tawakkal, tenang dan bahagia…
Inallaha ma`anaa…
*) Mahasiswa UIN Syahid Jakarta
Aktif di FS-M@kar